Eugenius – Pastor Muda
Eugenius ditahbiskan sebagai imam pada tanggal 21 Desember 1811 di Katedral Amiens. Yang menahbiskan adalah uskup Jean-Francois de Demandolx, seorang sahabat keluarga dan berasal dari Provence. Ini bukan KKN lho. Tetapi demi menghindari penahbisan oleh Kardinal Maury, Uskup Agung Paris. Eugenius memandang uskup Maury sebagai “antek” Napoleon dan penunjukannya oleh kaisar sebagai tidak sah / cacat karena tanpa persetujuan dari Paus.
Setelah tahbisan, ia mulai berkarya sebagai pembimbing di seminari St.Sulpice. Eugenius mau diutus ke tempat itu mengingat para pembimbing seminari (para Sulpician) diusir berdasarkan keputusan kaisar. Sebenarnya uskup Demandolx menawarinya menjadi wakilnya. Namun Eugenius menahan diri untuk tidak menerima tawaran yang prestisius itu. Ia ingin lebih membaktikan diri secara penuh dan luas bagi pelayanan kepada orang miskin dan sederhana.
Kurang dari setahun Eugenius bekerja di seminari. Pada minggu terakhir bulan Oktober 1812, ia kembali ke Aix dan tinggal di rumah ibunya. Kepada uskup Aix, dalam suratnya beberapa bulan yang lalu, ia telah mengungkapkan rencananya untuk melaksanakan karya kerasulan bagi orang-orang miskin dan anak-anak. Uskup bersedia memberikan kepadanya kesempatan untuk mewujudkan rencana tersebut sekalipun sebenarnya keuskupan juga kekurangan imam untuk pelayanan paroki.
Eugenius memerlukan waktu persiapan selama empat setengah bulan dengan rekoleksi dan studi yang mendalam agar dapat melihat dengan lebih jelas keadaan kaum miskin di keuskupannya beserta kebutuhan mereka. Dalam persiapannya itu, Eugenius ditemani oleh bruder Maur, seorang trappist yang sedang menunggu dibukanya kembali biaranya. Mereka telah saling mengenal ketika masih di seminari St.Sulpice. Ini menjadi pengalaman Eugenius yang pertama kalinya hidup bersama dengan seorang bruder. (Kelak bruder itu menjadi anggota kongregasinya.). Mereka berdua tinggal di rumah ibu Eugenius di jalan Papassaudi dan “kebun” milik keluarga di pinggiran kota Aix. Adapun acara harian rutin mereka adalah :
04.30 : Bangun
05.00 : Doa bersama, dilanjutkan meditasi dan bacaan singkat dari kitab suci
06.00 : Misa, Doa syukur, dan pendarasan offisi; Bacaan ttg kemartiran dan setengah jam kitab suci; Studi ; Ibadat offisi siang sebelum makan; Makan siang, dilanjutkan ibadat offisi, kemudian studi teologi
14.00 : Ibadat offisi
16.30 : Vespers dan Pemeriksaan Batin (particular examen)
17.00 : Makan malam
19.00 : Visitasi Sakramen Mahakudus; Merenung Bacaan khusus
21.00 : Ibadat offisi sore; dilanjutkan bacaan rohani bersama selama setengah jam.
22.00 : Doa malam dan istirahat
Akhirnya Eugenius me-“launching” karya pelayanannya dengan berkotbah bagi umat biasa di gereja Medeleine, Aix pada hari minggu pertama masa prapaska tahun 1813 ( red : ini mengingatkan saya pada Yesus yang berkotbah di kenisah Nazareth setelah sepulang dari retret di padang gurun ). Kotbah dalam bahasa Provencal itu dihadiri oleh banyak umat dari lapisan kelas bawah. Dalam kotbahnya itu, Pastor Eugenius menyampaikan instruksi-instruksi informal bagi para tukang, pembantu rumah tangga dan orang miskin lainnya.
Eugenius ingin menujukan karya kerasulannya bagi mereka yang miskin dan terlantar. Mereka ini adalah 1) kelompok para tukang, pembantu rumah tangga, kaum papa ; 2) muda-mudi Aix ; 3) tahanan, baik tawanan biasa maupun tawanan perang.
Sebaiknya diketahui bahwa pada masa itu pendidikan dikontrol oleh Negara. Para imam hanya boleh mengajar ketekese. Pemerintah juga melarang segala bentuk perkumpulan pemuda. Akibatnya mereka menjadi kelompok yang miskin dalam segi rohani. Maka Eugenius mulai mengumpulkan beberapa remaja. Kumpulan itu diberi nama Holy Association of Christian Youth ( Perkumpulan Kudus Pemuda Kristiani). Nama ini tidak pernah dipakai di depan umum lho. Perkumpulan ini mulai bertemu pada Minggu pertama setelah Paska tahun 1813. Perkumpulan ini dipercayakan di bawah lindungan Perawan Maria yang Dikandung tanpa Noda. Cara berkumpul mereka pun mengesankan spontan dan biasa-biasa saja. Awalnya hanya 6 anak yang datang. Pada th 1817, jumlah yang ikut mencapai 300 remaja. Tiap pertemuan berisi permainan dan olah raga diselingi dengan berdoa bersama dan pengajaran kristiani. Kelompok ini mempunyai devosi yang kuat kepada Bunda Maria
Dulu sepulang dari pengasingan, Eugenius melibatkan diri dalam asosiasi pelayanan kasih yang bekerja bagi para tahanan. Maka tentu saja ia tahu betul bagaimana keadaan penjara dan apa saja yang terjadi di dalamnya. Pengalaman itu memang membekas dalam hatinya. Berbeda dengan pandangan kaum Jansen yang menganggap para tawanan tidak layak menyambut komuni, Eugenius sebaliknya bukan saja memberikan komuni, tetapi bahkan merayakan misa bersama mereka. ( Karena begitu besar semangat merasulnya di penjara, Eugenius sendiri terjangkit tipus yang amat parah, sampai perlu juga menerima sakramen minyak suci.)
“Eugenius’s typhus had a salutary effect,” demikian tulis Alfred A. Hubenig OMI dalam bukunya yang berjudul Living in the Spirit’s Fire (pg.61). Peristiwa itu menyadarkannya bahwa demi suatu pelayanan yang efektif, ia tidak dapat bekerja sendirian. Ia membutuhkan sebuah kelompok rekan kerja – sebuah komunitas imam yang sependirian-sependapat.
Setelah tahbisan, ia mulai berkarya sebagai pembimbing di seminari St.Sulpice. Eugenius mau diutus ke tempat itu mengingat para pembimbing seminari (para Sulpician) diusir berdasarkan keputusan kaisar. Sebenarnya uskup Demandolx menawarinya menjadi wakilnya. Namun Eugenius menahan diri untuk tidak menerima tawaran yang prestisius itu. Ia ingin lebih membaktikan diri secara penuh dan luas bagi pelayanan kepada orang miskin dan sederhana.
Kurang dari setahun Eugenius bekerja di seminari. Pada minggu terakhir bulan Oktober 1812, ia kembali ke Aix dan tinggal di rumah ibunya. Kepada uskup Aix, dalam suratnya beberapa bulan yang lalu, ia telah mengungkapkan rencananya untuk melaksanakan karya kerasulan bagi orang-orang miskin dan anak-anak. Uskup bersedia memberikan kepadanya kesempatan untuk mewujudkan rencana tersebut sekalipun sebenarnya keuskupan juga kekurangan imam untuk pelayanan paroki.
Eugenius memerlukan waktu persiapan selama empat setengah bulan dengan rekoleksi dan studi yang mendalam agar dapat melihat dengan lebih jelas keadaan kaum miskin di keuskupannya beserta kebutuhan mereka. Dalam persiapannya itu, Eugenius ditemani oleh bruder Maur, seorang trappist yang sedang menunggu dibukanya kembali biaranya. Mereka telah saling mengenal ketika masih di seminari St.Sulpice. Ini menjadi pengalaman Eugenius yang pertama kalinya hidup bersama dengan seorang bruder. (Kelak bruder itu menjadi anggota kongregasinya.). Mereka berdua tinggal di rumah ibu Eugenius di jalan Papassaudi dan “kebun” milik keluarga di pinggiran kota Aix. Adapun acara harian rutin mereka adalah :
04.30 : Bangun
05.00 : Doa bersama, dilanjutkan meditasi dan bacaan singkat dari kitab suci
06.00 : Misa, Doa syukur, dan pendarasan offisi; Bacaan ttg kemartiran dan setengah jam kitab suci; Studi ; Ibadat offisi siang sebelum makan; Makan siang, dilanjutkan ibadat offisi, kemudian studi teologi
14.00 : Ibadat offisi
16.30 : Vespers dan Pemeriksaan Batin (particular examen)
17.00 : Makan malam
19.00 : Visitasi Sakramen Mahakudus; Merenung Bacaan khusus
21.00 : Ibadat offisi sore; dilanjutkan bacaan rohani bersama selama setengah jam.
22.00 : Doa malam dan istirahat
Akhirnya Eugenius me-“launching” karya pelayanannya dengan berkotbah bagi umat biasa di gereja Medeleine, Aix pada hari minggu pertama masa prapaska tahun 1813 ( red : ini mengingatkan saya pada Yesus yang berkotbah di kenisah Nazareth setelah sepulang dari retret di padang gurun ). Kotbah dalam bahasa Provencal itu dihadiri oleh banyak umat dari lapisan kelas bawah. Dalam kotbahnya itu, Pastor Eugenius menyampaikan instruksi-instruksi informal bagi para tukang, pembantu rumah tangga dan orang miskin lainnya.
Eugenius ingin menujukan karya kerasulannya bagi mereka yang miskin dan terlantar. Mereka ini adalah 1) kelompok para tukang, pembantu rumah tangga, kaum papa ; 2) muda-mudi Aix ; 3) tahanan, baik tawanan biasa maupun tawanan perang.
Sebaiknya diketahui bahwa pada masa itu pendidikan dikontrol oleh Negara. Para imam hanya boleh mengajar ketekese. Pemerintah juga melarang segala bentuk perkumpulan pemuda. Akibatnya mereka menjadi kelompok yang miskin dalam segi rohani. Maka Eugenius mulai mengumpulkan beberapa remaja. Kumpulan itu diberi nama Holy Association of Christian Youth ( Perkumpulan Kudus Pemuda Kristiani). Nama ini tidak pernah dipakai di depan umum lho. Perkumpulan ini mulai bertemu pada Minggu pertama setelah Paska tahun 1813. Perkumpulan ini dipercayakan di bawah lindungan Perawan Maria yang Dikandung tanpa Noda. Cara berkumpul mereka pun mengesankan spontan dan biasa-biasa saja. Awalnya hanya 6 anak yang datang. Pada th 1817, jumlah yang ikut mencapai 300 remaja. Tiap pertemuan berisi permainan dan olah raga diselingi dengan berdoa bersama dan pengajaran kristiani. Kelompok ini mempunyai devosi yang kuat kepada Bunda Maria
Dulu sepulang dari pengasingan, Eugenius melibatkan diri dalam asosiasi pelayanan kasih yang bekerja bagi para tahanan. Maka tentu saja ia tahu betul bagaimana keadaan penjara dan apa saja yang terjadi di dalamnya. Pengalaman itu memang membekas dalam hatinya. Berbeda dengan pandangan kaum Jansen yang menganggap para tawanan tidak layak menyambut komuni, Eugenius sebaliknya bukan saja memberikan komuni, tetapi bahkan merayakan misa bersama mereka. ( Karena begitu besar semangat merasulnya di penjara, Eugenius sendiri terjangkit tipus yang amat parah, sampai perlu juga menerima sakramen minyak suci.)
“Eugenius’s typhus had a salutary effect,” demikian tulis Alfred A. Hubenig OMI dalam bukunya yang berjudul Living in the Spirit’s Fire (pg.61). Peristiwa itu menyadarkannya bahwa demi suatu pelayanan yang efektif, ia tidak dapat bekerja sendirian. Ia membutuhkan sebuah kelompok rekan kerja – sebuah komunitas imam yang sependirian-sependapat.